Perbedaan Startup Dengan Perusahaan Konvensional
Nah ini merupakan lanjutan dari pembahasan tentang pengertian tentang startup itu sendiri. Terntunya Perbedaan perbedaan Startup dengan Perusahaan konvensionel ini memiliki perbedaan dari berbagai aspek.
- Dilihat dari Strategi
Walau kebanyakan startup akan punya rencana bisnis dan proyeksi keuangan, tapi ini semua tak begitu penting. Memprediksi bisnis lima tahun ke depan di dunia startup adalah hal yang relatif sia-sia untuk dilakukan.
Ini karena bisnis startup adalah usaha yang baru, dan kamu akan sangat jarang memiliki data penunjang. Menghitung besarnya permintaan terhadap produk yang dibikin startup bisa diibaratkan seperti memprediksi berapa banyak televisi LED yang akan terjual ketika belum ada satu pun televisi di pasar.
Di sisi lain, perusahaan konvensional cenderung memasuki sektor bisnis yang sudah terbukti. Mereka bisa menyusun rencana yang lebih akurat.
Contohnya seperti suatu perusahaan elektronik yang memutuskan untuk ikut memproduksi televisi, di mana data penjualan televisi secara global bisa didapatkan. Peningkatan jumlah penjualan dari tahun ke tahun pun bisa diprediksi dengan menggunakan data historis.
Bagi startup, yang terpenting adalah punya model bisnis yang jelas. Tidak terlalu fokus kepada angka lima tahun ke depan, tapi lebih kepada bagaimana caranya.
Startup juga punya banyak pertanyaan yang harus dijawab, maka kebanyakan strategi akan didorong oleh hipotesis. Beberapa startup akan punya sedikit sekali data untuk membuat hipotesis, di antaranya bahkan tak punya data sama sekali. Yang terpenting di sini adalah menguji hipotesis tersebut secepat dan semurah mungkin.
2. Segi Produk
Startup akan meluncurkan sebuah produk baru berdasarkan hipotesis, serta langsung mengujinya secara cepat ke pasar. Secepat apa? Lima hari kerja. Pengujian cepat ini dimungkinkan lewat sebuah proses bernama Design Sprint.
Baca Juga : Apa Itu Startup?
Kebanyakan startup tak akan punya banyak amunisi (baca: uang dan waktu) untuk membuat sebuah produk dalam waktu hingga satu tahun, mengujinya, hanya untuk menemukan bahwa pengguna tidak menginginkannya.
Ketika sebuah startup punya sebuah ide produk, maka ide tersebut akan langsung diuji dengan menggunakan prototipe yang dibuat dengan sederhana. Ini berarti akan banyak sekali waktu di luar kantor untuk berbicara kepada para calon pelanggan, mengamati mereka, dan menguji produk langsung kepada para pengguna.
Perusahaan konvensional mengembangkan produk secara linear–langkah demi langkah. Startup, di lain sisi, akan melakukannya secara agresif dan ingin secepat mungkin membuktikan hipotesis yang dibuat sebelumnya.
3. Engineering
Makin ke sini, perusahaan konvensional dan startup makin mirip. Salah satunya karena perusahaan besar dan konvensional mulai mengadopsi cara kerja startup. Jadi, daripada membangun sebuah produk dari awal sampai selesai, startup akan membangun produknya secara bertahap.
Startup tidak akan ragu untuk fokus kepada sebuah fitur dan membuktikannya berguna dalam waktu cepat, daripada membuat sebuah produk yang lengkap tapi butuh waktu sangat lama.
4. Organisasi
Secara organisasi, startup cenderung punya struktur yang cukup datar, terutama di tahun-tahun pertama pendiriannya. Tim yang berfokus kepada konsumen (customer) dan engineering adalah dua bagian besar yang ada di startup.
Tiap orang dipekerjakan untuk melakukan sesuatu dengan cepat. Mencoba banyak hal dan mempelajari hal-hal baru yang jarang sekali ada di buku.
Tidak jarang startup memiliki sistem tribe atau squad (peleton). Satu tim terdiri dari 5-6 orang yang mengurus segala sesuatu dari sebuah produk. Jadi 1 produk = 1 tribe/squad.
Sedangkan di perusahaan konvensional, struktur organisasinya terbagi atas departemen-departemen yang memiliki fungsi berbeda-beda (SDM, engineering, dan sebagainya). Proses rekrutmen dilakukan untuk membawa orang-orang yang berpengalaman masuk ke dalam perusahaan.
4. Pelaporan Keuangan
Startup akan memantau metrik yang penting dengan sangat hati-hati. Kamu akan sering mendengar istilah-istilah seperti customer acquisition cost (biaya akuisisi pelanggan), customer lifetime value (pemasukan total dari pelanggan), atau churn rate (tingkat kehilangan pelanggan). Kita akan membahas ini lebih jauh di seri mendatang.
Metrik-metrik ini mungkin berbeda untuk setiap industri. Tapi secara umum, tiap startup akan memantau metrik-metrik ini untuk menentukan seberapa besar pertumbuhannya.
Sedangkan perusahaan konvensional kebanyakan mengacu kepada laporan keuangan, di antaranya laporan laba-rugi, neraca, serta arus kas.
Startup juga memantau hal-hal seperti ini, namun hanya untuk keperluan audit atau pembukuan. Nyawa startup terletak di metrik yang mereka pantau secara intens setiap harinya, serta berapa panjang runway–masa operasional yang mereka miliki sebelum kehabisan modal.
5. Kegagalan
Satu kata yang akan menempel kepada startup adalah kegagalan. Bukan saja kegagalan cenderung terjadi, tapi kegagalan adalah sesuatu yang diharapkan untuk terjadi. Jika startup pertama kamu berhasil, maka fenomena ini adalah sesuatu hal yang sangat langka untuk terjadi.
Baca Juga : Gimana Rasanya Kerja di Startup
Karena kegagalan di startup adalah sesuatu yang sangat wajar, maka fokusnya bukanlah mencegah kegagalan. Yang perlu dikejar adalah seberapa cepat kamu bisa melakukan iterasi berdasarkan kegagalan, serta melakukan pivot dari produk-produk yang tak diinginkan pasar.
Di perusahaan konvensional, kegagalan sering kali disebabkan oleh pihak manajemen. Itulah mengapa perusahaan konvensional yang merugi kerap mengganti jajaran direksinya.
Secara kontras, terkadang founder yang sering mengalami kegagalan di startup terkadang dianggap sebagai pribadi yang “berisi”. Ia dinilai punya banyak pengalaman yang didapatkan seiring kegagalannya. Di startup, terkadang kegagalan diagungkan sebagai sebuah piala.
6. Kecepatan
Startup bergerak dalam satu tingkat kecepatan, yaitu cepat. Untuk melakukan ini, terkadang startup tidak akan menunggu sampai punya data yang lengkap atau tersedia secara utuh. Ketika data yang ada sudah “cukup lengkap”, maka startup akan mengeksekusi rencana dengan tujuan melakukan validasi.
Menunggu data secara lengkap, mengukur segala hal, dan memasang berbagai jaring pengaman adalah sesuatu yang akan dilakukan oleh perusahaan konvensional. Startup tak punya kemampuan–dan privilese–seperti ini.
Selanjutnya, Apa bedanya startup dengan UMKM?