fbpx

Perbedaan Startup Dengan UMKM

Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, padanan kata startup adalah perusahaan rintisan, alias sebuah bisnis yang baru berdiri, berukuran kecil, dan punya potensi berkembang tinggi. Sebagian besar karakteristiknya pun mirip dengan UMKM yang jadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Pemerintah menuangkan kriteria UMKM dalam UU no. 20 tahun 2008. Undang-undang tersebut menetapkan tiga komponen utama untuk mengklasifikasikan suatu bisnis dalam kriteria UMKM, yaitu jumlah karyawan, aset kekayaan, serta omzet usaha.

Kriteria di atas tampak mirip dengan startup, bukan? Sebagai perusahaan rintisan yang baru didirikan, tak jarang sebuah startup hanya beranggotakan sederet co-founder serta beberapa karyawan. Aset pun bisa hanya berupa laptop, dengan omzet bisnis yang tak seberapa.

Baca Juga : Perbedaan Startup Dengan Perusahaan Konvensional

Sebagai perusahaan kecil, startup tak ubahnya sebuah UMKM yang jadi sama-sama berusaha membangun bisnis. Tidaklah keliru jika beberapa pihak, seperti Kementerian Koperasi dan UMKM, mengklasifikasikan startup sebagai UMKM.

Bahkan, startup juga bisa menikmati sejumlah kemudahan yang diterapkan regulator untuk mempermudah UMKM menjalankan bisnis, seperti pembebasan pajak bagi pelaku usaha kecil yang mengalami kerugian, hingga pembebasan biaya perizinan tertentu.

Meski punya banyak kemiripan, ada satu hal yang membedakan startup dengan UMKM biasa. Perbedaan itu adalah pola pikir dari para pendirinya untuk mengembangkan bisnis dengan cepat, serta meningkatkan skalabilitas bisnis secara pesat.

Tiap startup berusaha menghadirkan solusi terhadap suatu permasalahan dengan cara seefisien mungkin, serta memiliki potensi pengembangan berkali-kali lipat dibanding perusahaan konvensional. Skalabilitas–kemampuan bisnis berkembang dan melayani pasar yang lebih luas–tinggi ini jadi ciri khas startup, yang sering kali bisa tercapai berkat pemanfaatan teknologi.

Ambil contoh perusahaan pengelola pusat perbelanjaan (mal). Saat hendak melakukan ekspansi bisnis, perusahaan perlu mencari tempat untuk membuka mal, merekrut karyawan, serta menyetok barang dagangan ke toko barunya secara rutin. Mereka perlu melakukan semua hal ini tiap kali hendak berekspansi ke suatu lokasi baru. Dengan kata lain, pertumbuhan bisnisnya bersifat inkremental.

Baca Juga : Gimana Rasanya Kerja di Startup

Berbeda dengan penyedia layanan marketplace online. Dengan satu platform marketplace yang dibangun di awal, mereka bisa mengembangkan bisnis berkali-kali lipat tanpa harus membuka layanan atau platform baru.

Layanannya bisa bebas ditawarkan ke berbagai penjuru negeri tanpa terikat lokasi, asalkan telah tercakup layanan internet. Mereka hanya perlu mengelola satu platform, dan tak perlu menambah sumber daya tiap kali melakukan ekspansi. Dengan kata lain, pertumbuhan bisnisnya bersifat eksponensial.

Incremental vs Exponential | Graph
Pola pikir inkremental versus eksponensial di pengembangan bisnis | Sumber: Harvard Business Review

Ciri inilah yang kemudian membuat startup unik dibanding UMKM biasa. Bahkan, mental pertumbuhan pesat ini bisa dipakai terus-menerus, tak peduli ukuran perusahaan atau perkembangan omzet usahanya.

(sumber : https://id.techinasia.com/apa-itu-startup)

Hai buat sobat yang ingin membuat website tapi bingung cara buatnya? kita ada solusinya nih, kunjungi merlinbox.com untuk informasi lebih lanjut atau klik disini

Start typing and press Enter to search